Daftar Blog Saya

Kamis, 23 September 2010

MENGENAL PARA PEMIKIR ISLAM KLASIK ACEH

Aceh merupakan tempat para pemikir-pemikir muslim klasik yang hebat. Meskipun banyak karya-karyanya yang hilang karena dibakar, dari sisa-sisa yang ada menunjukan, bahwa pemikirannya sangat mengagumkan......


1. Hamzah Fansury (w. 1607-1610 M)

Seorang pujangga dan ulama terkemuka aceh darusalam klasik (abad 17 awal). Ia merupakan penyair sufi yang tiada bandingnya di tanah nusantara. Disamping itu ia juga dianggap sebagai perintis tradisi sastra melayu.

Hamzah fansury hidup di era keemasan negeri Aceh Darussalam, era sultan alauddin Riayat syah Saiyid al Mukammil, dan era Sultan iskandar Muda (mp. 1016-1045 M). Ia merupakan pujangga sufi terbesar, yang dikemudian hari banyak diserang pemikirannya oleh ulama asal Ranir (india yang bermukim di Aceh).

Hamzah fansury adalah tipe manusia yang sangaat haus akan ilmu, sehingga ia banyak mengembara ke berbagai tempat untuk mempelajari ilmu keagamaan (Arab, India, Melayu, Siam, dan lain-lain), sehingga ia terkenal sangat alim dalam berbagaai ilmu pengetahuan (fiqih, tasauf, sejarah, filsafat, dan sastra. Ia juga menguasai berbagai bahasa: Arab, Persia, Melayu, Siam, Urdu, dan lain-lain).

Diantara karya-karyanya yang masih selamat karena pembakaran di era Ar Raniry, seorang ulama asal ranir, India, (yang menjadi qadi di pemerintahan Aceh Darusalam setelah Samsuddin Pase), yaitu : "Asrarul Arifin fi Bayani Ilm Suluk wat Tauhid", yang membahas tentang masalah ilmu tauhid dan ilmu suluk,; Kitab Syarabul Asyikin, dan lain-lain.


2. Samsuddin Pase (w. 1039 H/ 1630 M)

Seorang ulama terbesar yang dihasilkan oleh peradaban Islam klasik di Aceh. Ia merupakan murid dari Hamzah Fansury dan seorang intelektual yang mumpuni. Ia sangat menguasai berbagai ilmu pengetahuan keagamaan: fiqih, tarikh, tasauf dan juga filsafat, disamping dikenal sebagai pujangga. Ia juga terkenal sebagai negarawan yang agung (ahli tatanegara yang handal), disamping penguasaanya terhadap banyak bahasa (Arab, Persia, Melayu, Aceh dan Jawa). Dan pada masanyalah Aceh darusalam mengalami masa keemasannya, dibawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda.
Kedudukannya sebagai qadi malikul adil (yang merupakan orang kedua setelah sultan skandar Muda), dan mufti (ahli fatwa) besar, serta juga menjabat syekh Jami Baithurrahman (sekarang rektor Universitas Baiturrahman), membuat ia sangat berpengaruh dalam berbagai kebijakan dalam pemerintahan di era Sultan Iskandar Muda yang terkenal. Ia juga adalah orang yang paling berjasa menjadikan Aceh Darusalam sebagai pusat ilmu pengetaahuan dan kebudayaan di wilayah Asia tenggara. Dan pada masanyalah Aceh mencapai puncak keemasannya.


3. Bukhary al Jauhary (abad 17 M)

Seorang ulama besar asal Aceh Darusalam pada abad ke-17 M, penulis buku etika (adab) terkenal, yang berjudul ' Kitab Taj al Salatin', yang ditulis pada tahun 1603 M.

Kitab Taj al Salatin' merupakan karya adab dalam khazanah sastra melayu klasik, dan dianggap sebagai buku pertama tentang pemerintahan dalam sejarah kesusatraan Melayu, yang memandang politik sebagai bagiaan inheren dari agama.

Dalam bukunya ini ia menekankan tentang pentingnya ajaran Islam dalam praktek-praktek politik raja (penguasa), keharusan menjadikan ajaran Islam sebagai satu landasan perilaku politik penguasa di kerajaan.


4. Abdurrauf Singkel (w. 1106 H/ 1695 M)

Seorang ulama besar terakhir di era kejayaan peradaban Aceh Darussalam Klasik, yang terkenal dengan nama " Teungku Syiah Kuala", yang sekarang menjadi nama dari universitas yang ada di Aceh Darusalam (Universitas Syiah Kuala).

Ia terkenal sebagai orang yang cinta ilmu. ia mengembara selama 20 tahun untuk belajar kepada ulama-ulama besar di Jazirah Arab, Mekah, Madinah, Yaman, Baitul Maqdis, dan Istambul. Sehingga ia sangat terkenal dalam berbagai ilmu pengetahun, seperti: ilmu keagmaa (fiqih, tasauf, hadits, tafsir), sejarah, ilmu falak (astronomi), kedokteran, ilmu kalam (teologi) dan lain-lain.

Ia juga adalah ulama besar yang telah menerima ijazah tarekat dari imam-imam tarekat terkenal, seperti ijazah tarekat Qadiriyah dari Syekh Ahmad Qashashi, dan ijazah tarekat Syatariyah dari Syekh Burhanuddin Maula Ibrahim ibn Hasan Al Kawarani, dan lain-lain.

Ia datang ke Aceh ketika kerajaan Aceh Darussalam sedang mengalami kekacauan di era qadi malikul adil, Nurruddin Ar Raniry. Dimana Aceh berada dalam titik nadhir perpecahan yang berlarut-larut, karena perbedaan politik dan pemahaman terhadap agama.

Dan ketika ia diangkat menjadi Qadi, mufti dan syekh Baiturrahman, ia melakukaan berbagai reformasi kebijakan politik agar tidak terjadi lagi kerusuhan (chaos) akibat perbedaan pemahaman dan perbedaan politik yang tajam. Disamping itu, ia juga berjasa menjadikan Aceh Darusalam menjadi pusat kebudayaan dan juga pusat ilmu, yang banyak dikunjungi oleh kaum terpelajar.

Diantara, pelajar dari berbagai negara yang datang ke Aceh darussalam untuk berguru kepada Syek Abdurrauf adalah : Syekh Burhanudin, yang dianggap orang yang paling berjasa dalam pengislaaman di daerah Minangkabau; Dan juga Syekh Abdul Muhyi, yang dianggap sebagai orang yang paling berjasa dalam pengislaman di daerah Pasundan selaataan dan timur Kuningan, Garut, Ciamis dan Tasik malaya).


Ulama Luar Aceh yang Menjadi Qadi di Aceh Darussalam

Disamping keempat ulama besar asal Aceh tersebut, ada juga ulama yang sangat berpengaruh di era peradaban Aceh klasik, yaitu Nurruddin Ar raniry. Ar raniry adalah ulama besar asal ranir (rander), suatu bandar yang tidak jauh dari Gujarat India. Meskipun demikian, ia sangat fasih bahasa Melayu.

Karena perbedaan pemikiran dengan qadi almalikul adil 'Syamsuddin Pase', maka ia kemudian menjadi oposisi dan kemudian melakukan pemberangusan terhadap pemikiran Syamsuddun fase dan gurunya, Hamzah fansury. Di era Ar raniry inilah banyak terjadi pembakaran buku-buku lawan politiknya, yang merupakan khazanah pemikiran peradaban Aceh Darussalam yang sangat berharga.

Meskipun dianggap berjasa dalam memurnikan pemahaman agama yang salaf, tetapi di era ar raniry dianggap sebagai awal dari kemunduran pemikiran peradaban Islam klasik di era peradaban Aceh Klasik. Karena setelah generasi Ar raniry, meskipun masih ada yang tersisa, yaitu Syekh Abdurrauf, tetapi Aceh terus mengalami kemunduran peradabannya. (Nama Ar raniry sekarang dijadikan nama dari IAIN yang ada di Banda Aceh)


(........lanjut)









(lanjut).........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar